Kamis, 30 Agustus 2007

Mirai e ( Menuju Masa Depan)

Coba liat jejak tapak kakimu,
itulah jalan yang sudah kau tempuh,
tapi coba lihat ke depan juga
itulah masa depanmu

Begitu banyak kebaikan yang sudah kuterima dari ibu
cinta dan kasih sayangnya silih berganti menemani
namun, waktu itu aku masih kanak-kanak,
belum mengerti semua itu..

Namun begitu, ibu selalu menggenggam erat tanganku
dan kita melangkah bersama

"mimpi itu harus setinggi langit
walau ada kekhawatiran, tetap saja mengejar impianmu!"
"karena itulah yang akan menjadi cerita hidupmu
jadi, jangan pernah menyerah!! "
"kalau bimbang dan ragu,
genggam tangan ibu, dan kita akan melangkah bersama "

Coba liat jejak tapak kakimu
Itulah jalan yang sudah kau tempuh
Tapi coba lihat ke depan juga
Itulah masa depanmu

Yuk, kita bersama-sama
melangkah perlahan menuju masa depan......

Semoga Menjadi Inspirasi

Tuesday, August 28, 2007

Kedahsyatan Ikhlas (pengalaman mas faif yusuf)
Per hari ini, tepat setahun yang lalu, saya mengalami sebuah pengalaman yang luar biasa. Pengalaman bahwa Tuhan memang selalu mengabulkan doa kita. Pengalaman betapa ikhlas mempunyai kekuatan yang amat dahsyat. Pengalaman bahwa Tuhan memang benar benar ada. Semoga dengan sharing ini, teman teman bisa ikut mengambil hikmah dan pelajaran.Kisah ini berawal dari kuputusan nekad saya untuk membeli sebuah kios di Tamini Square. Keputusan tersebut tidak lepas dari provokasi di berbagai media mengenai investasi pada kios di mall yang tampak sangat menguntungkan.Saat itu banyak ulasan meyakinkan saya bahwa harga kios di Tamini Square tersebut akan naik drastis setelah grand opening. Di sisi lain, keinginan saya untuk mempunyai passive income dari penyewaan kios amat kuat saat itu.Berbekal pengalaman menyelesaikan angsuran kios di Cikarang Trade Centre, walaupun secara itungan di atas kertas tidak masuk akal, saya kembali berspekulasi di Tamini Square. Harga kios yang amat mahal juga tidak mengurungkan niat saya.Padahal Saat itu saya boleh dibilang tidak punya cukup uang untuk membayar DP-nya. Namun keinginan yang "membabi buta" tersebut tak ayal lagi membuat saya menutup mata atas berbagai hal yang mestinya dipertimbangkan matang matang.Awalnya memang tidak ada masalah. Saya masih bisa membayar angsuran dari berbagai sumber cash flow yang ada. Namun beberapa bulan setelah grand opening, saya kehabisan amunisi juga, beberapa sumber cashflow yang saya harapkan, macet total.Tak lupa saya selalu menagih janji developer/marketing yang akan mencarikan penyewa saat grand opening. Namun dari beberapa peminat, selalu berujung dengan pembatalan. Suatu ketika, pihak marketing mengatakan kalau saya mau menyewakan dengan harga 15 jt/setahun (dari harga pasar 20 jt-an), maka ada yang berminat. Ketika saya follow up, ternyata tidak terbukti juga.Sebetulnya saat itu, saya sangat mengharapkan cash flow dari bagi hasil bisnis penjualan dan penggemukan kepiting bakau yang dijalankan oleh teman saya. Namun sayang, jangankan bagi hasil, uang pokoknya saja, sampai saat ini tidak bisa dikembalikan. Uang yang saya investasikan lenyap begitu saja. Hal ini pernah saya ceritakan dalam posting "ongkos belajar".Dalam kondisi kepepet, karena denda keterlambatan terus berjalan, terpaksa saya "mengkaryakan" kartu kredit untuk membayar angsuran. Sampai sampai saya mempunyai 5 buah kartu kredit dengan tagihan nyaris mendekati batas limitnya.Sampai akhirnya pada suatu titik, saya tidak bisa berkutik lagi. Kios tidak juga ada yang menyewa, sementara untuk buka sendiri, kondisinya juga belum memungkinkan. Sayapun tidak mampu lagi membayar angsuran bulanan.Saya menerima Surat Peringatan I,II, dan III. Negosiasi yang saya lakukan hanya berhasil memundurkan tanggal jatuh tempo pembayaran. Sementara denda terus berjalan. Saat itu saya masih terus berusaha mencari penyewa dengan memasang iklan di harian Pos Kota. Namun nampaknya memang belum menjadi rejeki saya.Akhirnya pihak developer memberikan ultimatum. Mereka tidak mau mengerti juga. Kios saya akan hangus jika cicilan yang tertunggak tidak segera dibayar. Saya tidak menyangka kalau peraturannya seketat itu. Ketika menandatangani surat pemesanan kios, di balik slip pemesanan memang ada pasal pasal yang tertulis dengan huruf yang amat kecil, yang menyatakan kepemilikan kios akan hangus jika angsuran tidak terbayar setelah kurun waktu tertentu.Saya memang diminta memberikan paraf di balik slip pemesanan tersebut. Sayangnya saya tidak membacanya semua, karena tulisannya amat kecil dan pihak marketing juga tidak menjelaskan apa apa. Satu satunya solusi, pihak developer meminta saya melakukan over kredit kios tersebut. Walaupun mereka menyatakan akan membantu, namun saya lihat mereka kurang serius melakukannnya.Saya pun mengambil keputusan untuk menjual kios tersebut. Saya pasang iklan lagi di harian Pos Kota. Respon lumayan banyak. Beberapa kali saya bolak balik ke Tamini Square untuk bertemu dengan para peminat. Ada juga peminat yang hanya iseng saja. Sudah janji ketemu dengan saya tapi kemudian nggak datang tanpa pemberitahuan. Karena kesulitan uang, saya sempat pinjam uang ke teman saya senilai 2 juta. Saat itu dia mentransfernya pada hari Kamis.Pada hari Sabtunya, saya menerima telpon dari seorang yang mengaku bernama Haryawan SH. No telpon yang dipakainya saat itu adalah 0818708171. Dia berminat untuk membeli kios saya. Kebetulan saat itu saya sedang dalam perjalanan menuju Tamini Square untuk bertemu peminat lainnya. Sore itu beberapa kali Pak Haryawan telpon saya untuk membicarakan harga.Akhirnya sayapun mendapatkan penawaran yang sangat baik. Kesepakatan transaksi tersebut terjadi hanya melalui telepon. Padahal saya sudah meminta dia untuk melihat dulu letak kiosnya. Dia menegaskan bahwa sebelumnya dia sudah lihat letak kios saya, sehingga tidak perlu melihatnya lagi. Dia meminta no rekening saya untuk mentransfer tanda jadi sebesar 5 juta rupiah.Senang sekali perasaan saya saat itu. Sayapun tidak sabar menunggu. Saya bolak balik ke ATM BCA yang ada di dekat Carrefour Tamini. Namun transfer belum masuk juga.Padahal pembeli tersebut menelepon saya, bahwa dia sudah mentransfernya.Akhirnya dalam perbincangan melalui telpon, dia menghubungi Halo BCA untuk meminta penjelasan. Setelah melakukan pengecekan, Petugas dari Halo BCA menjelaskan bahwa memang sudah terjadi transfer dari rekening pembeli ke rekening saya. Namun karena kendala teknis, uang tersebut belum bisa sampai saat itu.Berhubung waktu itu hari Sabtu, transfer baru akan sampai pada hari Senin depan. Semula saya pikir ,"ya, sudah." Saya tunggu saja. Akan saya cek Senin depan. Tapi pembeli bersikeras minta tolong kepada Petugas Halo BCA tersebut agar menuntaskan hal ini. Karena transaksi ini sangat penting sifatnya. Dia tidak ingin kehilangan kesempatan untuk bisa membeli kios saya.Petugas Halo BCA pun bersedia membantu dengan catatan saya diminta untuk ke ATM BCA terdekat. Kalau sudah berada di ATM, saya diminta telpon/misscall pembeli, agar dia bisa menghubungi kembali Halo BCA dan memandu sebuah rangkaian proses tertentu, sehingga uang yang sudah ditransfer akan sampai saat itu juga.Saat itu sebetulnya saya sudah memutuskan untuk menunggu masuknya uang, hari Senin aja. Nggak masalah kata saya. Namun pembeli terus mendesak saya. Dalam perjalanan pulang, saya memutuskan untuk tidak ke ATM BCA seperti permintaan pembeli. Namun ketika mikrolet yang saya naiki sampai daerah HEK Jakarta Timur, calon pembeli tersebut kembali menelepon dan meminta saya untuk mengecek ke ATM. "Mungkin transfer sudah masuk," katanyaEntah mengapa sayapun menurutinya. Saya kemudian turun di depan pasar Kramat Jati Jakarta Timur, karena saya tahu ada ATM BCA disana. Tepatnya di lantai dasar sebelah kiri. Setelah mengecek saldo, dan tidak ada perubahan. Saya menghubungi calon pembeli. Dia kembali meminta saya untuk menunggu di ATM sambil menghubungi Halo BCA untuk meminta bantuan.Singkat cerita oleh petugas dari Halo BCA, saya "dibantu" agar transfer tersebut masuk saat itu juga. Sayapun diminta untuk memasukkan kartu ke ATM di sana dan melakukan beberapa rangkaian transaksi layaknya melalui internet banking.Urutan persis transaksinya saya lupa. Cuma saya masih ingat secara tidak disengaja, petugas Halo BCA tersebut sempat meminta informasi jumlah saldo saya. Diapun memberi arahan untuk memencet berbagai menu dalam ATM tersebut. Namun sayang setelah dicoba, ternyata transfer belum masuk juga, akhirnya petugas menginformasikan bahwa proses transfer tersebut tidak bisa diselesaikan sekarang karena saya tidak mempunyai pin internet bangking. Uang tetap akan masuk pada hari senin depan.Sampai saat itu saya tidak terlalu curiga, namun terus terang hati saya juga bertanya tanya. Ada yang aneh. Bukankah kalau kita transfer seharusnya langsung masuk saat itu juga. Tapi entah kenapa kata hati tersebut tidak saya perhatikan. Setelah transaksi tersebut saya juga tidak mengecek saldo hingga hari senin berikutnya.Dua hari berikutnya (Senin), saya mengecek saldo saya. Hati saya kaget luar biasa. Saldo di rekening saya hanya tersisa beberapa puluh ribu saja. Saya baru sadar kalau saya ternyata telah tertipu oleh sindikat penjahat lewat ATM. Walaupun saat itu saya tidak menekan tombol transfer dari menu ATM tersebut. Ada modus operandi yang cukup canggih yang mereka gunakan sehingga saya tidak curiga.Kondisi tertekan juga membuat saya mudah sekali dipengaruhi oleh kekuatan dari luar. Saya seperti tidak sadar. Setelah menyadari bahwa saya telah tertipu, saat itu badan saya langsung lemas. Padahal uang yang ada di ATM tersebut adalah pinjaman dari teman saya yang baru ditransfer 2 hari sebelumnya. Terbayang di mata saya betapa besar hutang saya saat itu.Keputusan saya yang kurang bijaksana dalam pembelian kios tersebut telah membenamkan saya dalam lautan hutang. Lima buah kartu kredit dengan tagihan mendekati limit. Belum ladi KTA dari dua buah bank. Plus angsuran kios yang sebentar lagi malah akan hangus begitu saja.Jika hal ini sampai terjadi, usaha saya yang gagal akan diperparah lagi oleh tumpukan hutang yang timbul akibat pembelian kios tadi. Dan kios itupun akan lepas juga tak berbekas. Saya benar benar dalam tertekan saat itu. Untuk menghibur hati yang amat galau, dari ATM yang masih berada di area kantor, saya langsung pergi ke mesjid yang berada di lt.2. Saya mengambil air wudhu dan melakukan sholat sunnah. Saya ambil Al Quran dan langsung membukanya. Saya baca surat Yaasin sebanyak tiga kali berturut turut.Saat itu saya sempat menitikkan air mata. Terbersit sebuah pertanyaan : "Mengapa hal ini terjadi pada diri saya." Bagaikan sudah jatuh tertimpa tangga pula. Berbagai pertanyaan terus menggelayuti pikiran saya. Antara berbaik sangka dan berburuk sangka pada Tuhan. Semuanya silih berganti muncul di pikiran saya. Saya terus berusaha mengendalikan pikiran saya. Saya beristigfar, memohon ampun atas kesalahan kesalahan saya.Sore harinya ketika dalam perjalanan pulang ke rumah, saya terus merenung dalam bus jemputan. Saya terus introspeksi diri. Kenapa yang terjadi saat ini justru berlawanan dengan yang saya harapkan. Saya tidak tahu lagi bagaimana memberitahukan hal ini kepada istri saya. dari dulu sebetulnya dia memang keberatan dengan keputusan saya soal kios di Tamini tersebut.Sesaat kemudian saya ingat orang tua saya. Sudah lama saya tidak menghubungi mereka. Bayangan mereka terus merasuk dalam pikiran saya. Adakah sesuatu yang mereka tidak ridhoi pada diri saya sehingga saya mengalami hal seperti ini. Saya terus meraba raba, apakah saya telah melakukan sesuatu yang melukai hati mereka. Saat itu, mata saya langsung berkaca kaca. Saya tidak kuasa menahan tangis saya. Saya langsung mengambil handphone di saku celana saya. Saya ketik sms buat orang tua saya. Saya sungkem dan minta maaf atas kekhilafan saya.Saya juga mohon mereka untuk mengihklaskan jika ada sesuatu yang mengganjal tentang diri saya. Saya kirim sms tersebut disertai perasaan rindu yang amat sangat. Saya ingin sekali membagi beban saya. Tapi itu tidak mungkin saya lakukan. Saya tahu beban mereka sudah sedemikian berat. Lagi pula , sejak dulu saya terbiasa menyelesaikan masalah saya sendiri. Tepatnya semenjak saya harus tinggal di kos ketika melanjutkan ke SMP. Saya hanya berharap doa mereka akan meringankan beban saya. Semoga mereka memaafkan kesalahan kesalahan saya.Tantangan berikutnya adalah menjelaskan hal ini kepada istri saya. Bagaimana saya harus menceritakan hal ini agar dia ikhlas dengan semua yang saya alami. Saya mesti bisa memilah milah, agar dia tidak terlalu terbebani dengan hal ini. Tak lupa saya selalu melantunkan doa dalam setiap sholat saya. Dalam kondisi seberat ini, kepada siapa lagi saya harus mengadu selain kepada Tuhan. Saya terus memanjatkan doa agar tuhan memberikan kemudahan dan jalan keluar kepada saya.Untuk mengatasi himpitan ekonomi karena lilitan hutang yang meunmpuk, saya memulai usaha penjualan emping dan kerupuk udang. Saya membeli emping dan kerupuk udang yang masih mentah di pasar. Istri saya yang menggorengnya. Saya membungkusnya dengan plastik. Bungkusan tersebut saya press rapi dengan bantuan alat laminating yang saya beli di Makro Cibitung. Emping tersebut dan kerupuk udang tersebut selanjutnya saya titipkan di beberapa warung dan kafe tempat saya bekerja. Hasilnya lumayan buat makan sehari hari. Lagi pula saya bisa mengalihkan perhatian sejenak dari masalah yang kian menghimpit.Kira kira dua minggu sebelum kios akan dinyatakan hangus, saya kembali memasang iklan di Pos Kota. Iklan tersebut saya pasang selama tiga hari. Alhamdulillah ada saja yang menelepon. Salah satu yang menelepon adalah seorang Ibu dari daerah Cibubur. Kami pun membuat janji bertemu di Tamini Square.Alhamdulillah, setelah melihat posisi kios dia merasa cocok. Tawar menawar harga pun kami lakukan. Transaksi yang saya lakukan di depan kios tersebut pun akhirnya deal. Ibu tersebut memberikan tanda jadi. Sementara sisa pembayarannya akan dilakukan setelah bertemu dengan pihak marketing Tamini.Saya senang sekali saat itu. Beberapa berkas yang berhubungan dengan kios saya serahkan ke Ibu tersebut. Maksud saya sebagai pendukung saat bertemu dengan developer. Toh..dia sudah memberikan tanda jadi. Sayapun pulang dengan hati berbunga bunga serasa tidak sabar ingin mengabarkan hal ini kepada istri saya.Hari pun berganti. Tiga hari setelah transaksi tersebut, saya heran kenapa Ibu tersebut tidak menghubungi saya lagi. Saya sudah berusaha telpon berkali kali, namun selalu tidak diangkat. Saya juga berusaha menghubungi ke rumah, tapi seperti menghindar. Aneh, bukankah dia sudah membayar tanda jadi. Hati saya merasa nggak enak. Nampaknya ada yang tidak beres.Akhirnya setelah berjuang keras, dia mau menerima telpon saya di rumahnya. Saat itu dengan berat hati dia membatalkan pembelian kios saya tersebut. Berbagai alasan diungkapkannya. Badan saya langsung lemas. Ketakutan saya terjadi juga. Saya berusaha meyakinkan kembali. Namun hasilnya sia-sia. Keputusannya sudah final. Walaupun begitu, saya sempat mengirimkan sms yang berisi penawaran yang lebih menarik. Harga saya turunkan dari sebelumnya dengan sistem pembayaran yang lebih ringan. Namun sayang, sms tersebut tidak dia respon sama sekali.Hati saya benar benar gundah. Toleransi waktu yang diberikan pihak Tamini tinggal beberapa hari saja. Terus terang saya panik. Dalam kondisi tersebut, saya kembali berusaha menelepon para calon peminat yang pernah menelepon saya. Tentu saja harganya saya turunkan. Saya juga menghubungi beberapa teman untuk mengambil alih. Namun mereka rata rata merasa berat melanjutkan cicilannya. Maklumlah saat itu saya juga belum bergabung dengan komunitas bisnis seperti TDA yang luar biasa ini.Malam hari sebelum hari terakhir, saya mengajak istri saya berbincang. Intinya saya minta keiklasan dia. Saya berbicara dengan sangat hati hati. Saya katakan betapa saya cukup bersyukur dengan kondisi saat itu. Bersyukur dengan berbagai karunia yang melimpah. Mulai dari kebersamaan yang terjalin, anak yang sehat, termasuk harapan dan semangat yang masih hidup. Saya mengajak istri saya untuk ikut bersyukur, dan mengikhlaskan perihal kios tersebut.Saya juga menjelaskan betapa saya sudah berusaha semaksimal mungkin. Ternyata hasilnya memang belum sesuai yang diharapkan. Saya juga bertekad setelah peristiwa ini, saya akan lebih hati hati dalam mengambil keputusan. Istri saya sempat menangis. Bagi kami nilai uang yang akan hangus tersebut sangat besar. Walaupun berat, istri saya nampak berusaha untuk mengiyakan. Kami pun bertekad untuk memulai lagi semuanya. Bukan hanya dari nol, tapi bahkan dari minus. Mengingat kami terlibat hutang yang cukup banyak.Dalam sholat malam yang saya dirikan, saya hanya bisa pasrah. Saya tidak kuasa lagi meminta apa apa. Hati saya saat itu sudah ikhlas. Let it Go. Let it God. Saya serahkan semuanya kepada-Nya. Saya sudah berusaha sebaik-baiknya. Saya yakin Tuhan selalu memberikan yang terbaik buat hamba-Nya. Mungkin Tuhan punya skenario terbaik buat saya.Esok paginya, jam setengah delapan pagi, saya bersiap ke Tamini Square. Saya merencanakan untuk berada disana sampai malam. Hari tersebut adalah kesempatan terakhir saya. Hari itu jatuh tepat hari Sabtu. Jika saya tidak mendapatkan pembeli, maka kios secara hukum akan hangus. Kepemilikannya akan kembali ke developer dan uang saya tidak sedikitpun bisa kembali.Saya sempat menghubungi seorang teman via sms, siapa tahu dia berminat dan mengajaknya bertemu di Tamini Square. Kebetulan saya juga sudah ada janji untuk bertemu Ibu yang membatalkan pembelian. Saya minta dia untuk mengembalikan berkas kios. Mungkin dia tidak akan datang. Namun dia berjanji, jika tidak bisa datang, dia akan mengutus seseorang untuk menemui saya dan menyerahkan berkas itu.Beberapa menit sebelum saya berangkat, tiba tiba handphone saya berdering. Ternyata dari Ibu yang batal beli kios. Dengan berdebar debar saya angkat handphone saya. Percakapan pun terjadi antara kami : "Halo Mas Faif, saya berubah pikiran, saya berniat membeli kios mas Faif kembali, apakah masih bisa ?''. Pertanyaan tersebut saya jawab secara reflek tanpa pikir panjang. Walaupun dia meminta sistem pembayaran dengan angsuran, saya jawab : "Ya, tidak apa apa."Subhanallah, setelah malam sebelumnya saya menyatakan Let it God. Ternyata jawaban Tuhan sungguh luar biasa. Ketika saya telah "melepaskan" justru hasilnya di luar dugaan. Ini benar benar pelajaran yang amat membekas di hati saya.Selesai pembicaraan di telpon saya tertegun setengah tidak percaya. Ini benar benar keajaiban yang saya alami. Padahal Ibu tersebut tidak tahu sama sekali kalau hari tersebut adalah deadline bagi saya. Singkat cerita, transaksi pembelian kios tersebut kami lakukan siang itu juga di hadapan Marketing Tamini. Karyawan Tamini tersebut sampai geleng geleng kepala. Benar benar injury time. Hanya beberapa jam sebelum Kantor Tamini Square tutup.Hati saya benar benar tenang ketika saya menerima uang muka sebesar 10 juta. Sisa pembayaran akan diangsur sesuai kesepatakan dalam surat perjanjian yang kami buat. Setelah transaksi tersebut, saya melakukan sujud syukur di masjid. Rupanya inilah skenario yang disiapkan Tuhan untuk saya. Dia maha tahu apa yang terbaik buat hamba-Nya.Walaupun saya tetap merugi secara finansial, namun saya mendapatkan pelajaran yang amat berharga. Uang saya juga tidak sepenuhnya hilang. Uang hasil penjualan tersebut saya pakai untuk menutup 4 kartu kredit saya. Sengaja saya sisakan satu kartu kredit buat jaga jaga saja.Dengan sedikit dana yang tersisa, Saya pun mulai lagi dengan semangat baru. Puji syukur kepada Allah atas segala rahmat dan karunia ini.Semoga terinspirasi.SalamFaif Yusuf

Jumat, 24 Agustus 2007

1 Ons Bukan 100 Gram

1 ONS BUKAN 100 GRAM
1 ONS BUKAN 100 GRAM - PENDIDIKAN YANG MENJADI BOOMERANG.Seorang teman saya yang bekerja pada sebuah perusahaan asing, di PHK akhir tahun lalu. Penyebabnya adalah kesalahan menerapkan dosis pengolahan limbah, yang telah berlangsung bertahun-tahun. Kesalahan ini terkuak ketika seorang pakar limbah dari suatu negara Eropa mengawasi secara langsung proses pengolahan limbah yang selama itu dianggap selalu gagal. Pasalnya adalah, takaran timbang yang dipakai dalam buku petunjuknya menggunakan satuan pound dan ounce. Kesalahan fatal muncul karena yang bersangkutan mengartikan 1 pound = 0,5 kg. dan 1 ounce (ons) = 100 gram, sesuai pelajaran yang ia terima dari sekolah. Sebelum PHK dijatuhkan, teman saya diberi tenggang waktu 7 hari untuk membela diri dgn. cara menunjukkan acuan ilmiah yang menyatakan 1 ounce (ons) = 100 g. Usaha maksimum yang dilakukan hanya bisa menunjukkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang mengartikan ons (bukan ditulis ounce) adalah satuan berat senilai 1/10 kilogram. Acuan lain termasuk tabel-tabel konversi yang berlaku sah atau dikenal secara internasional tidak bisa ditemukan.SALAH KAPRAH YANG TURUN-TEMURUN.Prihatin dan penasaran atas kasus diatas, saya mencoba menanyakan hal ini kepada lembaga yang paling berwenang atas sistem takar-timbang dan ukur di Indonesia, yaitu Direktorat Metrologi . Ternyata, pihak Dir. Metrologi-pun telah lama melarang pemakaian satuan ons untuk ekivalen 100 gram. Mereka justru mengharuskan pemakaian satuan yang termasuk dalam Sistem Internasional (metrik) yang diberlakukan resmi di Indonesia. Untuk ukuran berat, satuannya adalah gram dan kelipatannya. Satuan Ons bukanlah bagian dari sistem metrik ini dan untuk menghilangkan kebiasaan memakai satuan ons ini, Direktorat Metrologi sejak lama telah memusnahkan semua anak timbangan (bandul atau timbal) yang bertulisan "ons" dan "pound".Lepas dari adanya kebiasaan kita mengatakan 1 ons = 100 gram dan 1 pound = 500 gram,ternyata tidak pernah ada acuan sistem takar-timbang legal atau pengakuan internasional atas satuan ons yang nilainya setara dengan 100 gram. Dan dalam sistem timbangan legal yang diakui dunia internasional,tidak pernah dikenal adanya satuan ONS khusus Indonesia. Jadi, hal ini adalah suatu kesalahan yang diwariskan turun-temurun. Sampai kapan mau dipertahankan ?BAGAIMANA KESALAHAN DIAJARKAN SECARA RESMI ?Saya sendiri pernah menerima pengajaran salah ini ketika masih di bangku sekolah dasar. Namun, ketika saya memasuki dunia kerja nyata, kebiasaan salah yang nyata-nyata diajarkan itu harus dibuang jauh karena akan menyesatkan. Beberapa sekolah telah saya datangi untuk melihat sejauh mana penyadaran akan penggunaan sistem takar-timbang yang benar dan sah dikemas dalam materi pelajaran secara benar, dan bagaimana para murid (anak-anak kita) menerapkan dalam hidup sehari-hari. Sungguh memprihatinkan. Semua sekolah mengajarkan bahwa 1 ons = 100 gram dan 1 pound = 500 gram, dan anak-anak kita pun menggunakannya dalam kegiatan sehari-hari. "Racun" ini sudah tertanam didalam otak anak kita sejak usia dini.Dari para guru, saya mendapatkan penjelasan bahwa semua buku pegangan yang diwajibkan atau disarankan oleh Departemen Pendidikan Indonesia mengajarkan seperti itu. Karena itu, tidaklah mungkin bagi para guru untuk melakukan koreksi selama Dep. Pendidikan belum merubah atau memberi-kan petunjuk resmi.TANGGUNG JAWAB SIAPA ?Maka, bila terjadi kasus-kasus serupa diatas, Departemen Pendidikan kita jangan lepas tangan. Tunjukkanlah kepada masyarakat kita terutama kepada para guru yang mengajarkan kesalahan ini, salah satu alasannya agar tidak menjadi beban psikologis bagi mereka ; "acuan sistem timbang legal yang mana yang pernah diakui / diberlakukan secara internasional, yang menyatakan bahwa :1 ons adalah 100 gram, 1 pound adalah 500 gram."?Kalau Dep. Pendidikan tidak bisa menunjukkan acuannya, mengapa hal ini diajarkan secara resmi di sekolah sampai sekarang ? Pernahkan Dep. Pendidikan menelusuri, dinegara mana saja selain Indonesia berlaku konversi 1 ons = 100 gram dan 1 pound = 500 gram ? Patut dipertanyakan pula, bagaimana tanggung jawab para penerbit buku pegangan sekolah yang melestarikan kesalahan ini ?Kalau Dep. Pendidikan mau mempertahankan satuan ons yang keliru ini, sementara pemerintah sendiri melalui Direktorat Metrologi melarang pemakaian satuan "ons" dalam transaksi legal, maka konsekwensinya ialah harus dibuat sistem baru timbangan Indonesia (versi Depdiknas). Sistem baru inipun harus diakui lebih dulu oleh dunia internasional sebelum diajarkan kepada anak-anak. Perlukah adanya sistem timbangan Indonesia yang konversinya adalah 1 ons (Depdiknas) = 100 gram dan 1 pound (Depdiknas) = 500 gram. ? Bagaimana "Ons dan Pound (Depdiknas)" ini dimasukkan dalam sistem metrik yang sudah baku diseluruh dunia ? Siapa yang mau pakai ?.HENTIKAN SEGERA KESALAHAN INI.Contoh kasus diatas hanyalah satu diantara sekian banyak problema yang merupakan akibat atau korban kesalahan pendidikan. Saya yakin masih banyak kasus-kasus senada yang terjadi, tetapi tidak kita dengar. Salah satu contoh kecil ialah, banyak sekali ibu-ibu yang mempraktekkan resep kue dari buku luar negeri tidak berhasil tanpa diketahui dimana kesalahannya.Karena ini kesalahan pendidikan, masalah ini sebenarnya merupakan masalah nasional pendidikan kita yang mau tidak mau harus segera dihentikan.Departemen Pendidikan tidak perlu malu dan basa-basi diplomatis mengenai hal ini. Mari kita pikirkan dampaknya bagi masa depan anak-anak Indonesia. Berikan teladan kepada bangsa ini untuk tidak malu memperbaiki kesalahan.Sekalipun hanya untuk pelajaran di sekolah, dalam hal Takar-Timbang-Ukur, Dep. Pendidikan tidak memiliki supremasi sedikitpun terhadap Direktorat Metrologi sebagai lembaga yang paling berwenang di Indonesia. Mari kita ikuti satu acuan saja, yaitu Direktorat Metrologi.Era Globalisasi tidak mungkin kita hindari, dan karena itu anak-anak kita harus dipersiapkan dengan benar. Benar dalam arti landasannya, prosesnya, materinya maupun arah pendidikannya. Mengejar ketertinggalan dalam hal kualitas SDM negara tetangga saja sudah merupakan upaya yang sangat berat. Janganlah malah diperberat dengan pelajaran sampah yang justru bakal menyesatkan. Didiklah anak-anak kita untuk mengenal dan mengikuti aturan dan standar yang berlaku SAH dan DIAKUI secara internasional, bukan hanya yang rekayasa lokal saja. Jangan ada lagi korban akibat pendidikan yang salah. Kita lihat yang nyata saja, berapa banyak TKI diluar negeri yang berarti harus mengikuti acuan yang berlaku secara internasional.Anak-anak kita memiliki HAK untuk mendapatkan pendidikan yang benar sebagai upaya mempersiapkan diri menyongsong masa depannya yang akan penuh dengan tantangan berat.ACUAN MANA YANG BENAR ?Banyak sekali literatur, khususnya yang dipakai dalam dunia tehnik, dan juga ensiklopedi ternama seperti Britannica, Oxford, dll. (maaf, ini bukan promosi) menyajikan tabel-tabel konversi yang tidak perlu diragukan lagi. Selain pada buku literatur, tabel-tabel konversi semacam itu dapat dijumpai dengan mudah di-dalam buku harian / diary/agenda yang biasanya diberikan oleh toko atau produsen suatu produk sebagai sarana promosi.Salah satu konversi untuk satuan berat yang umum dipakai SAH secara internasional adalah sistem avoirdupois / avdp. (baca : averdupoiz).1 ounce/ons/onza = 28,35 gram (bukan 100 g.)1 pound = 453 gram (bukan 500 g.)1 pound = 16 ounce (bukan 5 ons)Bayangkan saja, bagaimana jadinya kalau seorang apoteker meracik resep obat yang seharusnya hanya diberi 28 gram, namun diberi 100 gram. Apakah kesalahan semacam ini bisa di kategorikan sebagai malapraktek ? Pelajarannya memang begitu, kalau murid tidak mengerti, dihukum !!!Jadi, kalau malapraktik, logikanya adalah tanggung jawab yang mengajarkan. (ini hanya gambaran / ilustrasi salah satu akibat yang bisa ditimbulkan, bukan kejadian sebenarnya, tetapi dalam bidang lain banyak sekali terjadi)KALAU BUKAN KITA YANG MENYELAMATKAN - LALU SIAPA ?.Melalui tulisan ini saya ingin mengajak semua kalangan, baik kalangan pemerintah, akademis, profesi, bisnis / pedagang, sekolah dan orang tua dan juga yang lainnya untuk ikut serta mendukung penghapusan satuan "ons dan pound yang keliru" dari kegiatan kita sehari-hari. Pengajaran system timbang dgn. satuan Ounce dan Pound seharusnya diberikan sebagai pengetahuan disertai kejelasan asal-usul serta rumus konversi yang benar. Hal ini untuk membuang kebiasaan salah yang telah melekat dalam kebiasaan kita, yang bisa mencelakakan / menyesatkan anak-anak kita, generasi penerus bangsa ini.# # # # #Tulisan ini akan dikirimkan kepada media masa, baik cetak maupun elektronik yang mau menyiarkannya demi kepentingan bangsa. Dipersilahkan mengubah formatnya sesuai dengan ketentuan penyiaran masing-masing.Juga kepada sekolah-sekolah, pabrik-pabrik serta LSM dan masyarakat umum, untuk diketahui secara luas.Bila anda merasa sependapat dengan saya, setuju untuk menghentikan kesalahan ini demi masa depan anak bangsa Indonesia, silahkan diperbanyak / difoto copy dan disebar-luaskan sendiri.Bila anda ragu-ragu terhadap kebenaran tulisan ini, silahkan menanyakannya langsung kepada Direktorat Metrologi atau Balai Metrologi setempat dikota anda berada.Terima kasih saya ucapkan kepada anda yang peduli dan mau berpar-tisipasi menyelamatkan masa depan anak-anak Indonesia. Semoga Tuhan memberkati upaya ini, yang kita lakukan dengan tulus ikhlas tanpa pamrih sedikitpun.# # # # #Ditengah orang-orang waras, dia yang lain sendiri dianggap gila. Ditengah orang-orang gila, dia yang waras justru dianggap gila. Memang banyak orang yang benar, tetapi jangan diartikan bahwa yang diikuti banyak orang itulah yang pasti dan selalu benar.LEMBAR PELENGKAPTAKAR - UKUR - TIMBANG MENGIKUTI SISTEM METRIK YANG BERLAKU SEJAK THN 1799.Kuantitas Satuan Simbol KeteranganPanjang meter m Bukan mtrLuas meter persegi m2 Isi meter kubik m3 Berat gram g Bukan grTakaran liter l 1 l = 1.000 cm3 (cc)Suhu derajad Celcius º C BEBERAPA SEBUTAN / AWALAN UNTUK FAKTOR PENGALI DALAM SISTEM METRIKAwalan Faktor Pengal Simbol / Singkatan Contoh PemakaianGiga 1.000.000.000 G GHzmega 1.000.000 M MWkilo 1000 k kmhecto 100 h hadeka 10 da damdeci 0,1 d dmcenti 0,01 c cmmili 0,001 m mlmicro 0,000.001 μ μFdan seterusnya.Dalam sistem metrik memang dikenal 1 are = 100 m2 khusus untuk ukuran tanah yang diakui sah secara internasional.Untuk satuan ONS yang mengartikan kelipatan 100 g., apalagi POUND yang mengartikan kelipatan 500 g., tidak pernah ada didalam sistem metrik maupun non-metrik / imperial yang pernah diberlakukan sah secara internasional.# # # # #RANGKUMAN SARAN-SARAN, KRITIK DAN KOMENTAR1. Banyak orang berpendapat bahwa ONS kita ini tidak ada kaitannya sama sekali dengan OUNCE.a. Kalau kita baca kamus-kamus Inggris-Indonesia dan sebaliknya, jelas bahwa terjemahan "ounce adalah ons" dan "pound adalah pon" begitu pula sebaliknya dari Indonesia-Inggris. Bahkan ada beberapa kamus yang menterjemahkan "ounce menjadi ons, berat 100 gram." Tetapi ada juga yang menterjemahkan "ons, 28,3 gram".Nara sumber : Jumlah : 2 orangProfesi : Guru dan Dosen Bahasa Inggris.b. Beberapa guru berpendapat bahwa kata "ons" jelas bukan asli bahasa Indonesia, karena bahasa Indonesia hanya mengenal 2 konsonan rangkap, yaitu "ng" dan "ny". Tidak ada konsonan rangkap "ns". Contoh : "Helm" kalau di Indonesiakan menjadi "helem". Kalau "ons" tidak bisa dijadikan "ones" tentu karena menyangkut suatu acuan yang harus dilafalkan secara benar, sama seperti "gram" yang tidak boleh ditulis menjadi "geram".Nara sumber : Jumlah : 2 orangProfesi : Guru Bahasa Indonesia.c. Beberapa orang lanjut usia yang cukup terpelajar membenarkan bahwa "ons dan pound" itu bawaan Belanda, bukan asli Indonesia, karena sudah dipakai sebelum Indonesia merdeka dan diajarkan juga disekolah HIS maupun HCS (masih jaman penjajahan).Beberapa diantara mereka ingat bahwa acuan konversi yang diterapkan di Indonesia tidak sama dengan yang diterapkan di Belanda.Nara sumber : Jumlah : 7 orang. Usia : 77 s/d. 87 tahun.Pendidikan terendah : HCS / HIS.Pendidikan tertinggi : SarjanaProfesi terakhir : Guru, Kontraktor, Dokter, Pendeta, PN.2. Acuan internasional yang menyatakan 1 ons = 100 gram , 1 pound = 500 gram jelas-jelas tidak pernah ada. Bahkan Acuan nasional (kalaupun ada dulu-dulunya) tidak bisa / tidak boleh dipergunakan lagi semenjak diundangkannya UU no.2 tahun 1981 tentang Metrologi Legal, yang mencabut dan membatalkan Ijkordonnantie 1.049 Staatsblad nomor 175.Nara sumber : Jumlah : 1 orang.Profesi : tidak dikenal.3. Penerbit tidak seharusnya dimintai pertanggung-jawaban karena semua materi kurikulum yang harus dibukukan telah mendapat persetujuan terlebih dulu dari Dep. Pendidikan.Nara sumber : Jumlah : 1 orang.Profesi : Pengusaha.4. Tidak perlu memperlebar masalah / mendramatisir dengan timbangan versi depdiknas dan sebagainya. Yang penting bagaimana kesalahan ini bisa segera diakhiri.Nara Sumber : Jumlah : 1 orang.Profesi : tidak dikenal.5. Terkejut dan syok berat tapi Setuju bahwa kita harus menghentikan kebiasaan salah selama ini dan membiasakan diri menggunakan Sistem Internasional yang berlaku. Perlu pengumuman resmi dari pemerintah dan penyuluhan masyarakat melalui instansi yang berwenang.Nara sumber : Jumlah : lebih dari 100 orang.Profesi : Guru, Dosen, Karyawan, Mahasiswa, Dokter.6. Para guru tidak bisa dipersalahkan karena mereka hanya melaksanakan apa yang telah menjadi kebijakan nasional pendidikan yang dikeluarkan oleh Dep. Pendidikan.Nara sumber : Jumlah 14 orang.Profesi : Guru, Ibu Rmh.Tangga,Karyawan.7. Di dalam Dep. Pendidikan ada bagian yang khusus melakukan Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan. Kalau ini benar-benar suatu kesalahan, ....(hanya geleng-geleng kepala) Nara sumber : Jumlah : 1 orangProfesi : Dosen.8. Bukankah semua pegawai Dir. Metrologi memiliki anak yang juga sekolah di Indonesia ? Mengapa diam saja ?Nara sumber : Jumlah : 1 orang.Profesi : Kep. Sekolah9. Sejauh pengetahuan saya, hanya Indonesia yang menerapkan konversi 1 ons = 100 gram. Mungkin karena itulah banyak yang menganggap ons itu khusus Indonesia. Kita memang dianjurkan untuk mencintai produk-produk Indonesia, tetapi yang satu ini jangan. Mari dihentikan bersama-sama.Nara sumber : Jumlah : 1 orang.Profesi : GM Hotel10. Bisa-bisa ini produk akal-akalan penjajah (VOC) dulu untuk menipu raja-raja kita. Beli rempah-rempah di Indonesia 1 ons dapat 100 gram, tetapi dijual di Eropa 1 ons hanya 28 gram.Mengapa bisa keterusan sampai sekarang ? Harus dihentikan.Nara sumber : jumlah : 1 orang.Profesi : Instalatir.11. Pantas saja, anak saya selalu frustrasi kalau menghitung berat badan petinju yang ditayangkan di TV. Selalu tidak cocok dengan hitungannya. Harus segera dihentikan.Nara sumber : Jumlah : 1 pasutriProfesi : Anggota Polri & guru SD.12. Dep. Pendidikan harus mengeluarkan pernyataan resmi, baik kepada sekolah maupun masyarakat, agar diketahui secara luas."Bahwa pelajaran 1 ons = 100 g. adalah pengetahuan tentang timbangan yang sifatnya NORMATIF, yang merupakan kebiasaan beberapa daerah di Indonesia. Karena itu, tidak boleh dijadikan acuan ilmiah, tidak boleh dipakai dalam transaksi legal, tidak boleh dipakai untuk acuan konversi formal / legal, misalnya dalam pekerjaan, pembuatan surat-surat resmi dll."Nara sumber : Jumlah : 2 orang.Profesi : Manager Personalia, Manager Engineering.13. Mungkin 1 ounce yang dimaksud disini bukan 1 ons yang biasa dipakai, 1 ounce disini adalah 100 bounc (buncis dalam bahasa Indonesia) atau 100 x 0,28 gram (10 mas)makanya 1 mas itu = 10 bounc. Ini menurut kami bukan masalah rumit, karena dipengaruhi oleh kebiasaan kita semua, sama biasanya kita memakai ukuran jarak dengan km bukan mil atau jalur yang kita pakai adalah jalur kiri bukan kanan serta kecepatan dengan km/jam bukan knot (mil/jam). Dan ini adalah aturan yang biasa kita pakai untuk apa saja, baik di dalam negeri ataupun kita konversikan kalau kita berhubungan dengan dunia luar yang memakai aturan yang tidak sama dengan kita jika bertransaksi ekspor import misalnya.Begini saudara sekalian, aturan satuan ini sudah lama kita gunakan dan sampai sekarang tidak ada yang merasa dirugikan, apakah itu negara yang memakai ounce atau negara yang memakai ons dan transaksi tetap berjalan karena semua merasa tak ada yang dirugikan. Orang jepang saja seluruh produk yang digunakannya memakai bahasa kanji bahasa mereka sendiri sudah tentu pemetaan satuan ukuran pasti mereka punya sendiri, kok kita-kita disini masih mempermasalahkan ounce dengan ons. Jauh kali ketinggalannya cing...... (dari website sumbar)

Kamis, 23 Agustus 2007

Meninjau Hari jadi Pekalongan

Kali ini redaksi akan menampilkan tulisan Saudara Emirul Chaq Aka, aktif di Lembaga Kajian Seni Budaya (Laksda) Pekalongan yang dimuat di harian Suara Merdeka tanggal 21 April 2007. Semoga dapat menjadi bahan renungan bagi kita semua. Selamat menyimak....
Tanggal 25 Agustus 1622 M, yang “telah terlanjur” ditetapkan sebagai Hari Jadi Kabupaten Pekalongan, ternyata memendam sekian kontroversi yang tak dapat dijinakkan, khususnya di kalangan pemerhati sejarah dan kebudayaan. Bahkan, dalam berbagai forum diskusi, kerap dilontarkan kritik sejarah yang cukup tajam, berkaitan dengan hari jadi tersebut.Salah satu yang jadi sorotan ialah soal filosofi dasar yang melatari hari jadi tersebut. Karena berdasarkan fakta sejarah, 25 Agustus 1622 M sesungguhnya tidak memiliki momentum historis yang cukup representatif untuk ditetapkan sebagai Hari Jadi Kabupaten Pekalongan. Jadi, tidak mengandung peristiwa yang cukup bermakna yang layak diperingati setiap tahunnya oleh warga Pekalongan.Lantas, apa sebenarnya filosofi dasar yang melatarbelakangi penetapan 25 Agustus 1622 M sebagai Hari Jadi Kabupaten Pekalongan ? Benarkah tanggal, bulan dan tahun tersebut tidak memiliki momentum bersejarah bagi warga Pekalongan?Untuk itulah, kajian ini berupaya memaparkan secara sekilas status Pekalongan sekitar 1622 M, serta mencoba menjawab pertanyaan tersebut.Seluruh paparan di bawah ini merupakan hasil rekronstruksi fakta-fakta lepas yang tersebar dalam berbagai buku sejarah, khususnya dalam karya-karya Dr. HJ de Graaf tentang sejarah raja-raja Jawa – Mataram.Dua BersaudaraDr. HJ de Graaf, sejarawan kawakan dari Belanda, pernah bekerja dan menetap di Indonesia selama bertahun-tahun, telah menulis berbagai buku sejarah jawa. Diantaranya, lima jilid mengenai sejarah kerajaan-kerajaan Islam Jawa dan Mataram dengan judul yang berbeda-beda.Dalam menganalisis data-data, de Graaf selalu membandingkan antara sumber-sumber asli pribumi dan sumber-sumber asing. Dari karya-karya tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa wilayah Pekalongan bagian selatan (kabupaten), antara 1622 – 1623 M berada di bawah kekuasaan dua bersaudara Patih Dalem Kerajaan Mataram, yaitu Kiai Adipati Mandurareja dan Kiai Adipati Upa Santa (Puncak Kekuasaan Mataram: 123).Keduanya merupakan cucu Pangeran Mandaraka yang dikenal sebagai paman dan penasehat Penembahan Senapati (1588 – 1601), pendiri Kerajaan Mataram, kakek Sultan Agung. Para penguasa Pekalongan itu tidak pernah berdiam di Pekalongan. Kiai Adipati Mandurareja tinggal di Kutha Dalem (Kota Mataram, sekarang Kotagede), sedangkan Kiai Adipati Upa Santa tinggal di Kutha Jaba yang kemudian bernama Yogyakarta (Awal Kebangkitan Mataram 117 – 119). Jadi, mereka bukanlah bupati-bupati Pekalongan. Lagi pula, selain Pekalongan, Kiai Mandurareja juga mempunyai kekuasaan di beberapa daerah pedalaman, misalnya di sebelah selatan Selimbi. Pada masa kejayaan Mataram, Sultan Agung biasa memberikan daerah-daerah tertentu di bawah penguasaan pembesar-pembesar istana yang mempunyai hubungan pribadi dengannya. Tetapi daerah-daerah tersebut tidak pernah mereka diami. Pemerintahannya diwakilkan kepada seorang kiai lurah. Misalnya, seperti yang terdapat di wilayah Sumber dan Pemalang. Kedua wilayah itu oleh Sultan Agung diberikan kepada pamannya, Pangeran Purbaya, dan pengelolanya dijalankan oleh kiai lurah. Kemungkinan besar, pemerintah di Pekalongan pun dikelola dengan cara demikian. Ada sebuah fragmen penting yang menggambarkan status rakyat Pekalongan pada tahun tersebut. Pada 16 Juli 1622 M, seorang utusan Gubernur Jendral Jan Pietersz Coen, yakni Dr. Hendrick de Haen, sempat singgah di Pekalongan dalam rangka perundingan damai dengan pihak Mataram. Di Pekalongan, ia bersantap malam bersama Tumenggung Tegal seraya membicarakan status rakyat di beberapa daerah. De Haen lalu bertanya kepada Tumenggung Tegal, apakah status rakyat di daerah Kedu dan Bagelen sama dengan rakyat Pekalongan, yakni sebagai bidak-budak ? Tumenggung tegal menjelaskan, rakyat Kedu dan Bagelen merupakan “orang-orang merdeka”“Mereka bebas dari kerja paksa dan wajib militer, dan hanya berkewajiban membayar pajak tahunan, baik dalam bentuk hasil bumi maupun dalam bentuk harta. Adapun rakyat Pekalongan “semuanya budak Pengeran Mandurareja” (Puncak Kekuasan Mataram: 123 – 124). Masa Suram Dari rekonstruksi fakta-fakta itu, menjadi jelas, status rakyat Pekalongan pada 1622 M ialah sebagai “budak-budak” di bawah kekuasaan Kiai Adipati Mandurareja dan Kiai Adipati Upa Santa. Jadi, berbeda dari status rakyat Kedu dan Bagelen, yang merupakan “orang-orang merdeka”. Kedu dan Baegelen merupakan “wilayah perdikan” yang memiliki pemerintahan sendiri, sedangkan Pekalongan tidak. Kemungkinan besar, pemerintahannya diwakilkan kepada seorang kiai lurah, seperti halnya wilayah Pemalang. Dengan demikian, 1622 M merupakan masa suram bagi rakyat Pekalongan (kabupaten). Karenanya, layakkah 1622 M diperingati tiap tahun sebagai Hari Jadi Kabupaten Pekalongan ? Bukankah itu berarti memperingati hari-hari perbudakan sendiri ? Padahal daerah-daerah lain berlomba-lomba memperingati hari kemerdekaannya. Maka, sejarah Hari Jadi Kabupaten Pekalongan memang harus ditinjau kembali. Tentu saja dengan mempertimbangkan faktor momentum historis yang reprensentatif, yang layak diperingati setiap tahunnya. Juga harus melibatkan lebih banyak ahli untuk menelusurinya. Sebab, bukankah peringatan hari jadi dimaksudkan untuk menghidupkan kembali prestasi-prestasi masa silam ? Tujuannya, tak lain, agar masa silam kita dapat dijadikan sebagai kebanggaan bersama serta ilham segar bagi masa depan. Itulah, satu agenda yang harus segera dilunasi oleh Pemerintah Kabupaten Pekalongan. (Sumber Suara Merdeka tanggal 21 April 2007 dan ditulis oleh Emirul Chaq Aka, aktif di Lembaga Kajian Seni Budaya (Laksda) Pekalongan)

Rabu, 22 Agustus 2007

Kampung Halamanku

Sabtu 28 Juli aku, istri dan anakku nabila berangkat dengan Riau Air dari berau ke balikpapan, setelah menginap semalam dibalikpapan minggu pagi jam 09.15 Wite dengan Batavia Air kami terbang ke jogja.

Tepat jam 09.55 Wib pesawat landing di Adi Sucipto airport, diterminal kedatangan kita sudah disambut dengan dua orang yang memainkan alat gamelan, teringat semasa dulu dijogja aku suka nonton wayang. mampir sebentar ke prambanan dan keliling kota jogja dan seterusnya perjalananku langsung ke utara lewat magelang-secang-temanggung-sukorejo. Jalur ini lebih disukai karena lewat daerah pegunungan yang pasti terhindar dari kemacetan. sangat berbeda jika lewat semarang di ungaran sering terjadi kemacetan (maklum jalur ungaran-bawen bottle-neck dari arah jogja dan solo).

Dari sukorejo kita langsung ke weleri-batang-pekalongan. jalur ini relatif bagus walaupun ada beberapa perbaikan tapi karena banyak jalan lingkar jarang terjadi kemacetan. beda dengan dikampung halamanku kedua di berau, akses antar kota masih susah. ingat bulan kemaren aku melakukan perjalanan darat ke samarinda, capek banget 16 jam di mobil dengan kondisi jalan tanah yang rusak.

Pekalongan...jam4 lewat mobil sudah masuk kota pekalongan, tapi kampungku masih 15km arah barat. Sragi masih seperti dulu hanya pasar lama berubah jadi pujasera (pusat jajanan serba ada). tapi tambah rame dengan adanya bus-bus besar yang menunggu penumpang jurusan jakarta.

Purwodadi, inilah kampungku disebelah selatan pasar baru, jalan aspal mulus tapi agak tenang dan sampai depan rumah sudah ada bapak-ibu, Alhamdulillah sampai juga aku ditanah kelahiranku setelah 4tahun dikalimantan.
kulihat bapak-ibuku bahagia dengan anakku nabila, buah hati, harapan dan kebahagiaanku. Terima kasih ya Allah....kusyukuri apa yang sudah engkau anugrahkan ke keluarga kami.